Senang Menyambut Obama Sang Penjajah?

Rencana kunjungan Obama ke Indonesia membuat suasana menjadi seperti pemilu AS, dimana-mana ada upaya menggalang dukungan bagi Obama yang dilakukan orang Indonesia. Alasan utamanya, karena Obama pernah tinggal di Indonesia dan mencatat rekor sebagai orang kulit hitam pertama yang memimpin Amerika. satu lagi yang sering disampaikan pecinta Obama tidak lain Obama akan memperbaiki citra Amerika yang dirusak Bush, termasuk terhadap dunia Islam.

Suasana suka ria menjadi “panas” seiring menculnya berbagai elemen masyarakat, terutama umat Islam menolak kedatangan Obama. Alasannya; Amerika masih menjajah secara militer di sejumlah negeri muslim seperti Irak, Afghanistan dan di perbatasan Pakistan-Afghanistan itu, berarti AS telah secara sengaja memusuhi umat Islam. Serangan terhadap satu negeri Islam hakikatnya adalah serangan terhadap seluruh umat Islam. Oleh karena itu, dalam pandangan syariat Islam, AS sekarang ini termasuk kategori muhariban fi’lan atau negara yang dalam status memerangi umat Islam secara de facto. Presiden dari sebuah negara seperti itu tidak layak untuk diterima sebagai tamu.

Maksud kunjungan Presiden AS Obama ke Indonesia tidak lain untuk mengokohkan kepentingan politik dan ekonomi AS di negeri ini. Indonesia adalah negara yang sungguh penting buat AS. Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia. Kaya sumberdaya alam, khususnya energi, dan pasar yang sangat potensial untuk produk-produk ekspor AS. Banyak perusahaan AS di bidang migas dan pertambangan yang beroperasi di Indonesia. Dan dari perusahaan-perusahaan itu, sangat banyak AS menikmati kekayaan negeri ini. Apalagi kini AS tengah bersaing secara ekonomi dengan China. Kunjungan Obama ke Indonesia untuk memastikan bahwa Indonesia tetap dalam orbit pengaruhnya. Secara politik tetap menganut sistem dan ideologi sekuler. Dan secara ekonomi tetap menjadi pasar produknya dan perusahaan-perusahaan AS tetap leluasa beroperasi di Indonesia. Artinya, kunjungan Presiden Obama akan semakin mengokohkan penjajahan (tidak langsung) AS atas negeri ini. Memang ada nuansa nostalgia karena Obama semasa kecil pernah sekolah di Jakarta. Tapi itu amat sangat tidak penting. Tidak mungkin presiden dari sebuah negara imperialis sebesar AS datang ke sebuah negara untuk sekadar bernostalgia.

Aksi penolakan kunjungan Obama mendapat “angin” media, baik cetak, televisi maupun internet. Berkat publikasi berbagai media, aspirasi penolakan Obama menjadi perdebatan publik atau muncul pro kontra dalam masyarakat. Pemerintah pun tak berani melarang aksi-aksi penolakan Obama, hanya saja mengharapkan aksi-aksi tersebut tidak dilakukan secara anarkis.

Sikap pemerintah Indonesia tetap, tak terpengaruh aspirasi ribuan ulama maupun kritik para pengamat anti neoliberalisme Amerika yang menolak kedatangan Obama. Sikap ini mengokohkan fakta Indonesia sebagai Negara pengekor, yang terus mengikuti kebijakan Amerika. Baik dalam bidang politik dan ekonomi, Indonesia jelas berkiblat ke Amerika. Apalagi, sikap yang ditunjukkan selalu berlebihan dalam menyambut tamu-tamu pejabat Amerika, termasuk Obama. Bila demikian bisa dikatakan pemerintah akan menyambut penjajah dengan “senang hati”.

Bila faktanya seperti ini, maka sangat disayangkan sebuah negeri kaya SDA maupun SDM secara “suka rela” menerima penjajahan politik, ekonomi dan budaya atas negeri dan rakyatnya. Padahal dalam UUD dinyatakan; penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, sumber daya alam sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Jelas, sikap rela dijajah ini adalah upaya pembodohan bukan mencerdaskan. Oleh karena itu, upaya merdeka secara mutlak harus terus kita upayakan bersama, dengan membuang sistem dan ideologi penjajah kapitalis Amerika, serta diganti dengan sistem dan ideologi Islam.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.